“Ulam Asu”: Media Pergerakan Melawan Perdagangan Daging Anjing Di Bali Dalam Film Dokumenter

Main Article Content

Putu Raditya Pandet
I Komang Arba Wirawan
Nyoman Lia Susanthi

Abstract

Anjing merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Bali, sebagai hewan peliharaan serta hewan penjaga rumah. Anjing dalam budaya masyarakat Bali juga digunakan sebagai caru (sarana persembahan saat upacara yadnya), yang memiliki fungsi sebagai sarana pembersihan areal upacara. Fenomena perdagangan daging anjing di Bali belakangan ini kian marak. Dalam data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dikatakan bahwa daging anjing bukanlah kategori pangan karena tidak termasuk dalam kategori peternakan maupun kehutanan. Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa perlu untuk membuka semua cerita terkait dengan perdagangan daging anjing di Bali dalam bentuk film dokumenter berjenis observasi partisipan sehingga nantinya dapat digunakan sebagai media pergerakan untuk melawan konsumsi daging anjing. Film dokumenter “Ulam Asu†memilih menggunakan metode observasi partisipan dengan genre investigasi karena penulis ingin penonton merasa memiliki kedekatan dengan filmmaker. Sehingga membuat dampak psikologis dan emosional yang didapat penonton menjadi lebih kuat. Penulis mengharapkan dampak yang beragam dapat dirasakan penonton sesuai dengan subjektivitas dan pengalaman dari setiap individu. Film ini mampu secara langsung maupun tidak langsung menjadi media pergerakan melawan perdagangan daging anjing di Bali. Secara langsung, film ini dapat dipergunakan oleh aktivis dan organisasi pecinta hewan untuk melakukan perlawanan terhadap perdagangan daging anjing di Bali. Secara tidak langsung, film ini memancing emosi dan imajinasi penonton untuk melakukan perlawanan terhadap perdagangan daging anjing di Bali. Penonton diajak untuk berpikir ulang tentang apa yang sedang terjadi di Bali saat ini terkait dengan isu perdagangan daging anjing dengan berpijak terhadap kearifan lokal budaya Bali.

Dogs are part of the life of Balinese people, as pets as well as animals of house keepers. Dogs in Balinese culture are also used as caru (offerings during yadnya ceremonies), which has a function as a means of cleansing ceremonial area. The phenomenon of dog meat trade in Bali has recently become more widespread. In the data of the Directorate General of Animal Husbandry and Health said that dog meat is not a category of food because it is not included in the category of animal husbandry or forestry. Based on this, the writer felt the need to open all the stories related to the dog meat trade in Bali in the form of documentary type of participant observation so that later can be used as a medium of movement to fight the consumption of dog meat. The documentary film “Ulam Asu†chose to use participant observation methods with the investigative genre because the author wants the audience to feel closer to the filmmaker. So as to make the psychological and emotional impact for the audience gets stronger. The authors expect the diverse impact audience can feel in accordance with the subjectivity and experience of each individual. This film is able to directly or indirectly become a media movement against dog meat trade in Bali. Directly, the film can be used by animal activists and organizations to fight against the dog meat trade in Bali. Indirectly, this film provoked the emotions and imagination of the audience to fight against the dog meat trade in Bali. Spectators are invited to re-think about what is happening in Bali at this time related to the issue of dog meat trade based on local wisdom of Balinese culture.

Article Details

How to Cite
Pandet, P. R., Arba Wirawan, I. K., & Lia Susanthi, N. (2018). “Ulam Asu”: Media Pergerakan Melawan Perdagangan Daging Anjing Di Bali Dalam Film Dokumenter. Prabangkara : Jurnal Seni Rupa Dan Desain, 22(1). Retrieved from https://jurnal.isidps.ac.id/index.php/prabangkara/article/view/459
Section
Articles

References

Austin, Thomas and Wilma de Jong. 2008. Rethinking Documentary. UK: Open University Press.

Ayawaila, Gerzon Ron. 2008. Dokumenter: Dari Ide Hingga Produksi. Jakarta: Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta.

Barry, Peter. 1995. Beginning Theory. UK: Manchester University Press.

Bernard, Shila Curran. 2007. Documentary Storytelling. USA: Elsevier.

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2017. Human and Animal Health Welfare Responding to Dog Meat Trade. Denpasar: Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Holman, Tomlinson. 2005. Sound for Digital Video. USA: Elsevier.

Jackman, John. 2004. Lighting for Digital Video and Television. USA: Elsevier.

Lubis, Dr. Akhyar Yusuf. 2016. Postmodernisme: Teori dan Metode. Jakarta: Rajawali Press

Nichols, Bill. 2001. Introduction to Documentary. USA: Indiana University Press.

Parkinson, David. 1995. History of Film. UK: Thames and Hudson Ltd.

Pratista, Himawan. 2017. Memahami Film. Yogyakarta: Montase Press.

Rabiger, Michael. 2006. Developing Story Ideas. USA: Elsevier.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Thompson, Roy and Christopher Bowen. 2009. Grammar of the Edit. USA: Elsevier.

Thompson, Roy and Christopher Bowen. 2009. Grammar of the Shot. USA: Elsevier.

Zhafirah, Naadiyah Azh. 2015. Film “Senyap†Sebagai Media Counter Hegemony Bagi Rekonsiliasi Korban G30S. Jakarta: Universitas Bakrie

IMDb. The Act of Killing. Diakses pada 3 Oktober 2017. (https://www.imdb.com/title/tt2375605/?ref_=fn_al_tt_1)

IMDb The Look of Silence. Diakses pada 3 Oktober 2017. (https://www.imdb.com/title/tt3521134/?ref_=fn_al_tt_1)

IMDb. The Cove. Diakses pada 3 Oktober 2017. (https://www.imdb.com/title/tt1313104/?ref_=fn_al_tt_1)

The United Nations Educational, Scientific and Ciltural Organization (UNESCO). UNESCO – Universal Declaration of Animal Rights 17-10-1978. Diakses pada 3 Oktober 2017. (https://www.esdaw.eu/unesco.html)