Commodification of Tektekan Calonarang At Baturiti Village, Kerambitan, Tabanan
DOI:
https://doi.org/10.31091/mudra.v32i3.180Keywords:
commodification, Tektekan Calonarang, sacred barong and rangda, ideology, tourismAbstract
Tektekan Calonarang is a Calonarang dance drama performed as a new tourism model which in its presentation is accompanied by Tektekan gamelan; a small traditional bamboo music from Baturiti village, Kerambitan, Tabanan. Balinese communities usually disagree to showcase a sacred culture for tourism, but in Baturiti village this is different. They actually support the commodification of TektekanCalonarang using sacred barong and rangda for tourism. This raises questions because it is contrast with the attitude of Balinese communities in general. This research is conducted in Baturiti village, Kerambitan, Tabanan using qualitative method. There are three main problems in this study, such as: (1) why do the community of Baturiti village, Kerambitan, Tabanancommodify Tektekan Calonarang which uses sacred barong and rangda for tourism?, (2) what is the form of the commodified Tektekan Calonarang; (3) what are the implications for those conducting it, the community and the performance itself. The purpose of this research is to understand the commodification of Tektekan Calonarang in Baturiti village, Kerambitan, Tabanan which uses sacred barong and rangda for tourism. To explain the problems, Deconstruction theory, Social Practice theory, Aesthetic theory, and Knowledge Relation theory are used. The results of this research are (1) the community of Baturiti village, Kerambitan, Tabanan commodify Tektekan Calonarang using sacred barong and rangda is motivated by market ideology, development ideology, religious ideology, and conservation ideology; (2) the community of Baturiti village, Kerambitan, Tabanan commodify Tektekan Calonarang using sacred barong and rangda in the form of procession and Tektekan Calonarang performance; (3) the commodification of Tektekan Calonarang using sacred barong and rangda has the implications for the increase of income of the conductors, community (multi flyer effect), the continuance of the barong and rangda’s mystical strength, the increase of interest from the market/ tourism, and as a reinforcing social solidarity of the community. The findings of this research are that desecration did not happen even though sacred barong and rangda is commodified for tourism because in every performance the conductor/ community conduct a special purification ceremony for the barong and rangda according to their individual context.
Tektekan Calonarang merupakan sebuah drama tari Calonarang untuk pariwisata model baru. Penyajiannya diiringi oleh gamelan tektekan, sebuah musik tradisional bambu berukuran kecil, khas Desa Baturiti, Kerambitan, Tabanan. Pada umumnya masyarakat Bali tidak setuju menampilkan unsur budaya yang bersifat sakral untuk pariwisata. Namun, berbeda halnya dengan masyarakat Desa Baturiti, Kerambitan, Tabanan. Mereka justru mendukung komodifikasi Tektekan Calonarang dengan menggunakan barong dan rangda sakral untuk pariwisata. Hal itu menimbulkan berbagai pertanyaan, karena bertentangan dengan sikap masyarakat Bali pada umumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami komodifikasi Tektekan Calonarang Desa Baturiti, Kerambitan, Tabanan yang menggunakan barong dan rangda sakral untuk pariwisata. Penelitian yang berlokasi di Desa Baturiti, Kerambitan, Tabanan ini dilakukan dengan metode kualitatif. Permasalahan yang dikaji meliputi (1) mengapakah masyarakat di Desa Baturiti, Kerambitan, Tabanan mengomodifikasikan Tektekan Calonarang dengan menggunakan barong dan rangda sakral untuk pariwisata; (2) bagaimanakah bentuk komodifikasi Tektekan Calonarang tersebut; (3) apakah implikasinya bagi pelaku, masyarakat, dan pertunjukan itu sendiri. Untuk menjelaskan permasalahan tersebut digunakan teori dekonstruksi, teori praktik sosial, teori estetika, dan teori kuasa pengetahuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) masyarakat Desa Baturiti, Kerambitan, Tabanan mengomodifikasikan Tektekan Calonarang dengan barong dan rangda sakral untuk pariwisata dilatari oleh ideologi pasar, ideologi pembangunan, ideologi religi, dan ideologi konservasi; (2) masyarakat Desa Baturiti, Kerambitan, Tabanan mengomodifikasikan Tektekan Calonarang dengan barong dan rangda sakral dalam bentuk prosesi dan pertunjukan Tektekan Calonarang; (3) komodifikasi Tektekan Calonarang dengan barong dan rangda sakral itu berimplikasi pada peningkatan pendapatan pelaku, masyarakat (multiplier effects), kelangsungan kekuatan magis barong dan rangda tersebut, peningkatan animo pasar/pariwisata, serta sebagai penguat solidaritas sosial masyarakat setempat. Temuan baru penelitian ini adalah tidak terjadi desakralisasi walaupun barong dan rangda sakral itu dikomodifikasikan untuk pariwisata. Hal itu disebabkan oleh pelaku/masyarakat setempat melakukan upacara penyucian khusus terhadap barong dan rangda tersebut sesuai dengan konteksnya masing-masing pada setiap penyajiannya.
Downloads
References
Bandem, I Made. 1996. Etnologi Tari Bali. Yogyakarta: Kanisius.
Barker, Chris. 2005. Culture Studies : Teori dan praktik. Yogyakarta : PT. Bentang Pustaka.
Bogdan, Robert C & Sari Knopp Biklen. 1972. Participant Observation in Organizational Seeting, Syracuse. New York: Syracuse University Press.
Hadi,Y. Sumandyo. 2000. Seni Dalam Ritual Agama. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia
Pitana, I Gede. 1994. “Adiwacana : Mosaik Masyarakat dan Kebudayaan Bali†dalam I Gede Pitana (ed.) Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Denpasar: Penerbit Bali Post.
Sedyawati, Edi. 1980. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta : Sinar Harapan.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
- Copyright on any open access article in a journal published by Mudra Jurnal Seni Budaya is retained by the author(s).
-
The Creative Commons Attribution License 4.0 formalizes these and other terms and conditions of publishing articles.